Angkringan
Angkringan |
Menu Halal :
- Indomie Goreng
- Indomie Rebus
- Nasi Goreng
- Nasi Telor
- Magelangan
- Bakso
- Kornet
- Nasi Sarden
- Sosis
- Kopi Aceh GAYO
- Susu Milo
- Jahe
Menu Enak Jahat B2 porsi imut(Jam 17.00 - Habis) :
- Nasi Kucing Goreng Babi
- Nasi Kucing Charsiew
- Nasi Kucing Kekian Udang ( Hekeng )
- Nasi Kucing Babi Cabe Garam
- Nasi Kucing Titee
Hubungi
Angkringan ANGLING
Nasi Kucing Babi
Buka hari Senin - Minggu Jam 09.00 - 01.00
Jalan LetJend Suprapto 11, Ngampilan, Yogyakarta 55261
( Sebelah Selatan Edu Hostel )
( Sebelah Selatan Edu Hostel )
Asal dan Sejarah
Nama angkringan itu sendiri diambil dari bahasa jawa yaitu ngankring yang artinya duduk dengan posisi salah satu kaki lebih tinggi dari kaki yang lainnya. Di dalam budaya jawa itu sendiri, cara duduk seperti ini biasanya tidak diperbolehkan karena dianggap tidak etis apalagi bila dilakukan pada saat makan selain nama angkringan, ada juga beberapa orang yang menyebut angkringan dengan nama warung kucing atau kucingan. Kata kucingan konon muncul dikarenakan nasi yang dijual sebagai bagian dari salah satu produk yang dijual di sana mirip dengan cara kebanyakan orang memberikan makan kepada kucing. Porsi nasinya kira-kira hanya 3 kali suapan dengan pasangan lauk berupa sambel dan ikan teri seperti makanan untuk kucing.
Sumber Wikipedia mengatakan, angkirngan berasal dari bahasa Jawa ' Angkring' yang berarti alat dan tempat jualan makanan keliling yang pikulannya berbentuk melengkung ke atas atau sebuah gerobag dorong yang menjual berbagai macam makanan dan minuman yang biasa terdapat pinggir ruas jalan
Sejarah angkringan memang bermula dari upaya menaklukkan kemiskinan usaha ini konon dimulai pada tahun 1950-an oleh mbah pairo karena tidak ada lahan yang subur di desanya di kecamatan Cawas, Klaten (jateng). Awalnya para pedagang minuman dan makanan kecil ini tidak menggunakan gerobak melainkan pikulan mereka dulu disebut pedagang hik (dibaca Hek). Nama hik bermula pada tradisi malam selikuran (malam ke21) di Keraton Surakarta, pada malam tersebut kota berhiaskan lentera (ting-ting) yang antara lain dibawa para pedagang makanan para pedagang itu biasa berteriak Hiik......iyeeekk.... sampai sekarang istilah hik masih dipakai di Solo. Namun di Yogya mereka populer dengan nama angkringan atau warung kucing (Kompas, 20-06-2004).
Di Solo dikenal sebagai warung hik ("hidangan istimewa a la kampung") atau wedangan. Gerobag angkringan biasa ditutupi dengan kain terpal plastik dan bisa memuat sekitar 8 orang pembeli. Beroperasi mulai sore hari, ia mengandalkan penerangan tradisional yaitu senthir (ind.lentera, penerangan sangat sederhana tanpa kaca semprong dibanding dengan lampu tempel atau teplok yang terdiri dari botol biasanya berukuran pendek lengkap dengan sumbu dan minyak tanah atau minyak kelentik sebagai bahan bakarnya), dan juga dibantu oleh terangnya lampu jalan.
Makanan yang dijual meliputi nasi kucing, gorengan, sate usus (ayam), sate telur puyuh, keripik dan lain-lain. Minuman yang dijualpun beraneka macam seperti teh, jeruk, kopi, tape, wedang jahe dan susu. Semua dijual dengan harga yang sangat terjangkau.
Meski harganya murah, namun konsumen warung ini sangat bervariasi. Mulai dari tukang becak, tukang bangunan, pegawai kantor, mahasiswa, seniman, bahkan hingga pejabat dan eksekutif. Antar pembeli dan penjual sering terlihat mengobrol dengan santai dalam suasana penuh kekeluargaan.
Angkringan juga terkenal sebagai tempat yang egaliter karena bervariasinya pembeli yang datang tanpa membeda-bedakan strata sosial atau SARA. Mereka menikmati makanan sambil bebas mengobrol hingga larut malam meskipun tak saling kenal tentang berbagai hal atau kadang berdiskusi tentang topik-topik yang serius. Harganya yang murah dan tempatnya yang santai membuat angkringan sangat populer di tengah kota sebagai tempat persinggahan untuk mengusir lapar atau sekadar melepas lelah.
Akrabnya susana dalam angkringan membuat nama angkringan tak hanya merujuk kedalam tempat tetapi ke suasana, beberapa acara menadopsi kata angkringan untuk menggambarkan suasana yang akrab saling berbagi dan menjembatani perbedaan.
Adapun produk-produk yang dijual di angkringan ini jika dilihat sebenarnya bukanlah makanan yang cepat saji karena walaupun konsumen dapat langsung mengkonsumsi makanan atau minuman yang telah tersaji di sana semenjak warung ini dibuka, akan tetapi makanan atau minuman tersebut tetap membutuhkan proses yang memakan waktu sebelum dijajakan. Sebut saja nasi lengkap dengan sambalnya, aneka gorengan seperti tempe, tahu, bakwan, pisang, dan lain-lainnya, berbagai cemilan seperti kacang, krupuk, marning jagung, serta tak ketinggalan adanya sate hati ayam dan sate usus serta baceman kepala ayam dan tahu. Khusus mengenai minuman, yang menjadi kekhasan tersendiri ialah minuman atau disebut wedang jahe. Selain tentunya minuman yang lain seperti es teh, es jeruk , es jahe susu, kopi panas maupun air putih. Hidangan yang disajikan tidak sama kompletnya antara angkringan satu dengan angkringan yang lainnya. Namun yang jelas angkringan mudah dikenali karena tetap dengan ciri khasnya yaitu gerobak kayu, minum-minuman dengan harga yang relatif murah, dan tiga buah ceret di sebelah tempat makanan, serta bungkusan nasi kecil dengan harga murah yang membuat kekhasan bagi pedagang angkringan.
Tertarik untuk kerja sama Angkringan B2 / HIK hubungi Warung 52 di 0818.260.783(XL)
Bagikan ke :
angkringan babi, kuliner mblusuk, kuliner unik, hik b2, hidangan istimewa kampung, nasi kucing babi, angkringan b2 jogja, nasi babi mini, nasi babi panggang mini, nasi kekian, nasi ngohiong, sego kucing babi